Untuk bisa mengidenfikasikan dan menganalisa konsep awal power dalam hubungan internasional, kita mesti memahami perkembangan power di negara besar dan negara kecil. Ditinjau dari segi pemikiran dan teori sistem internasional oleh Geopolitik. Power secara alami muncul karena distribusi geografi yang tidak seimbang dari sudut luas wilayah. Karen A Mingst juga menambah dimensi alami power muncul karena kepemilikan minyak, jumlah sumber daya alam atau populasi (Mingst, 2009).
Definisi power suatu negara menurut liberal ditentukan oleh kekuatan ekonomi dan industrialisasi. Boleh jadi suatu negara tidak memiliki luas wilayah yang signifikan tetapi dilain sisi ia memiliki basis ekonomi dan industri kuat, maka negara tersebut bisa diasumsikan negara kuat. Power menurut Marxisme ditentukan oleh dominasi kelas yang lebih tinggi kepemilikan faktor produksi untuk bisa menindas kelas marjinal.
Dalam bukunya, Robert Dahl mengulas dengan jelas apa yang dimaksud oleh power. Robert Dahl menamai power sebagai suatu atribut yang melekat secara langsung pada suatu negara ketika ia dibandingkan dengan negara lain. Kedua, power menurut Robert Dahl adalah kemampuan suatu negara untuk membuat negara lain melakukan sesuatu yang semula tidak diinginkannya. Power yang meliputi tangible dan intangible power (Anonim, 2008).
Intangible power meliputi kepimimpinan dan kepribadian, efisiensi organisasi birokrasi, tipe pemerintahan, persatuan masyarakat, reputasi, dukungan luar negeri dan ketergantungan. Sedangkan tangible power meliputi wilayah, populasi, sumber alam dan kapasitas industri, kapasita pertanian, kekuatan militer dan mobilitas (Anonim, 2008).
Balance of power
Pada beragam pengertian, balance of power merupakan konsep yang telah dipegang sepanjang sejarah, praktisi, dan negarawan—statesmen; sehingga perilaku demikian membawa konsekuensi pada tingkat beragam pengertian pada setiap orang berbeda. Walaupun demikian tidak terdapat konsesus resmi definisi balance power secara tepat (Emmers, 2004. p.40-41), beragam pandangan definisi tersebut terletak pada pemahaman pada berbagai istilah yakni sebagai suatu simbol, situasi, kebijakan, dan sistem (Emmers, 2004. p.41 ).
Pengertian yang demikian banyak dan luas sebagaimana diutarakan oleh Inis Claude (1962: 13) disebabkan konsepnya yang mudah dipahami serta banyaknya literatur antara lain sebagai berikut (Sheehan, 1996, p.1-2):
- Masa klasik: distribusi power yang sama di antara Princes of Europe → memungkinkan bagi salah satu dari mereka untuk mengganggu ketenangan yang lain (Anonymous, Europe’s Catechism, 1741);
- Aksi dari negara lain untuk menghambat negara tetangganya untuk menjadi lebih kuat dan menjaga keseimbangan dan kesejajaran antarnegara tetangganya—terdekatnya (Fenelon, 1835);
- Menjaga keseimbangan: yang lemah seharusnya tidak dihancurkan oleh negara yang lebih kuat → merupakan prinsip yang membentuk kesatuan pada peta politik sejarah Eropa Modern (Stubbs, 1886);
- Suatu penyusunan hubungan sehingga tidak akan ada negara yang berada pada posisi lebih kuat di atas negara-negara lainnya (Vattel, 1916);
- Balance of Power beroperasi melalui aliansi-aliansi yang tidak memberi peluang adanya satu dominan power yang tumbuh lebih kuat sehingga berpotensi mengancam keamanan yang lain (Palmer and Perkins, 1954);
- Balance of Power: merujuk pada hubungan aktual antarnegara dimana power terdistribusi secara paralel pada semua negara (Morgentahu, 1978);
- Balance of Power merujuk pada respon untuk melakukan ukuran (pemantauan dan pengawasan) yang ekivalen secara individual maupun kolektif guna meningkatkan power mereka (Claude, 1962);
- Balance of Power merupakan prinsip dasar guna merenggangkan power yang sanggup mengintervensi pada satu sisi, dimana ada bahaya potensi meletusnya perang, untuk menjamin bahwa yang kalah—lemah tidak tereliminasi dari sistem dan tidak terserap ke dalam kolosus yang sedang berkembang (Quester, 1977).
Dari berbagai pengertian di atas, tentunya menimbulkan permasalahan tentang bagaimana menggunakan konsep dan istilah balance of power dalam hubungan dan politik internasional. Salah satu permasalahan intelektual disebabkan oleh power sebagai suatu konsep dan istilah, adalah interprestasi berbeda pada tiap orang yang berbeda pula. Beberapa diantaranya mengasumsikan “power” tidak hanya mengandung arti kekuatan militer, tetapi juga mengandung implikasi kekuatan politik dan ekonomi—oleh realis disebut tradisional power. Bagi yang lainnya, power tidak hanya menyangkut aktivitas spesifik seperti tersebut di atas, tetapi juga kemampuan untuk mempengaruhi perilaku state lain (Sheehan, 2004, p.7.).
Teori Stabilitas Hegemoni oleh Charles Kindleberg, menyatakan ekonomi dunia liberal yang terbuka memerlukan keberadaan seorang hegemoni atau kekuatan dominan. Hegemoni dan stabilitas dalam ekonomi politik internasional menggunakan kerangka penjelasan yang dikemukakan oleh teori ini. Robert Keohane seorang neo-realis strukturalis mengungkapkan hal serupa yang mana keadaan dunia dengan hegemoni menjamin kestabilan seperti semasa system dunia bipolar (Keohane 1980, p. 132).
OPINI
Balance of power merupakan ide, konsep politis sekaligus strategi kebijakan yang relevan terhadap kondisi empiris situasi politik internasional yang anarkis yang tertuang dalam beragam definisi dan pengertian berbeda, kemudian dipelajari menjadi panduan kebijakan politik luar negeri baik oleh praktisi hubungan internasional—untuk memahami perilaku kolektif states, maupun statesmen sebagai strategi untuk menyusun perjanjian—agreement dalam usaha membela kepentingan nasional. Secara khusus, ASEAN sebagai rezim regional menjadi ilustrasi adanya pengaruh faktor balance of power pada perilaku anggotanya yang secara politis saling berseberangan tetapi masih mempertahankan konsep sekuriti sebagai alasan mendasar mendirikan kelompok kerjasama kooperatif maupun satuan organisasi regional yang dijanjikan mampu menciptakan stabilitas dan keamanan kawasan.
Balance of power menurut sudut pandang realis: memandang masyarakat internasional sebagai aksi-reaksi yang tidak ekivalen—assymetris: power berhadapan dengan weakness. Basis dasar asimetris antar-state tersebut dapat diseimbangkan, yakni dengan cara setiap state bertindak saling mengawasi terhadap posisi masing-masing—check and balance. Karena politik internasional yang anarkis perlawanan dengan keamanan dan stabilitas jangka panjang, maka nation-states semestinya memotori terciptanya keseimbangan dalam sistem power, sehingga dalam jangka absolut, keamanan, stabilitas, power, dan pengaruh dapat kemudian lebih potensial ditingkatkan. Adalah tugas seorang negarawan—statesmen untuk mendemonstrasikan dan memprioritaskan kepentingan masing-masing berdasarkan perubahan-perubahan yang terjadi dengan membuat kebijakan dan penyesuaian berdasarkan tujuan menciptakan stabilitas yang kondusif. Maka dari itu, Morgenthau berpendapat bahwa balance of power dan politik luar negeri yang diciptakan untuk diraih dan dipelihara bukanlah hal yang tidak mungkin, lebih dari itu, merupakan mekanisme penting untuk menstabilkan komunitas internasional (Sheehan, 1996, p.8.).
Berkaitan erat dengan power, di dalam balance of power terdapat konsep national interest dan objectives antara lain tujuan fundamentalnya adalah menolak adanya hegemoni secara regional maupun global, yang pada intinya untuk mencegah terbitnya hegemoni dengan mengijinkan semua state untuk memelihara identitas, kesatuan, dan independensinya, hingga pada level optimal mencegah potensi agresi perang, dan lain sebagainya. Teori balance of power maka dari itu erat kaitannya dan kedudukannya selaras dengan pandangan tradisional realis mengenai hubungan internasional.secara tidak langsung dimaksudkan untuk menyediakan kondisi internasional yang stabil dan damai (Emmers, 2004, p.42), sekaligus sebagai faktor penstabil dalam masyarakat negara-negara yang berdaulat Morgenthau, 1955. p.185) Dari pengertian di atas, intinya teori balance of power sebenarnya merupakan konsep penting dalam menciptakan dan memelihara stabilitas komunitas internasional. Balance of power sebagai suatu strategi umumnya diterapkan oleh hegemon untuk mencegah timbulnya satu kekuatan yang sanggup menyaingi sphere of influencenya.
Kekuatan hegemoni harus mampu membuat dan menjaga keberlangsungan peraturan yang ia buat dipatuhi oleh seluruh negara. Kekuatan hegemoni dalam menjaga kestabilan ekonomi terletak pada komitmen untuk mematuhi peraturan dan norma-norma internasional yang ia tetapkan misalnya norma yang dibentuk dalam rezim internasional. Sumber kekuatan ekonomi menurut teori stabilitas hegemoni Kindleberg terdapat pada tiga hal, yakni hegemoni, norma liberal, dan kepentingan sama.
Menjadi hegemoni dan mempertahankan sistem yang mendukung hegemoni bukanlah hal yang mudah. Antonio Gramsci menyatakan memelihara sistem hegemoni haruslah didukung oleh kekuatan negara besar. Jika tidak terdapat kekuatan negara-negara besar yang mendukungnya maka sistem hegemoni tersebut akan sangat mudah sekali kolaps. Menurut teori ini ekonomi pasar terbuka terdapat collective dan public good: adalah good yang setiap konsumsi oleh individual atau yang lainnya tidak mengurangi kuantitasnya atau akan selalu tersedia bagi konsumer yang lainnya. Singkatnya, konsumer dapat mengkonsumsi good tersebut tanpa harus membayarnya. Namun, kendala yang muncul mengancam sistem hegemoni tersebut ialah adanya free rider dan kecurangan. Hegemoni selain menanggung beban adanya free rider dan kecurangan (monopoli) mendapatkan keuntungan karena sphere of influence-nya meluas, ia berhak menetapkan siapa yang berhak masuk dan siapa yang tidak.
Norma liberal yang dianut dalam ekonomi politik internasional mendukung pernyataan bahwa sistem pasar terbuka beoperasi berdasarkan rasional yang berjalan dengan sendirinya dimana terdapat supply bertemu dengan demand (mekanisme pasar), masing-masing aktor bergerak dengan memaksimalkan interest masing-masing, serta (Gilpin, 1987). Pasar cenderung bersifat dinamis, karenanya hegemoni mesti fleksibel dalam melakukan berbagai penyesuaian.
Untuk alasan internal dan eksternal, hegemoni mengalami berbagai tantangan antara lain free rider, cheating, dan sementara ia sibuk memlihara sistem supaya stabil, negara-negara lain mendapatkan keuntungan lebih dari berjalannya sistem. Semakin sphere of global influence terdispersi ke mana-mana, makin sulit memelihara pengaruhnya supaya tetap stabil (Kindleberger, 1981, p.251).
Jika tidak sanggup mempertahankan keeskistensiannya, maka kekuatan hegemoni perlahan akan menurun. Penurunan hegemoni dapat dijelaskan melalui empat fase hegemoni teori sistem dunia Modelsky (Flint, 2007).
Fase yang menjelaskan turunnya pamor hegemoni adalah ketika (1) peraturan-peraturan yang dibuat sudah tidak ditaati oleh negara-negara lain, (2) hegemoni mendapat tantangan dari pergolakan ekonomi domestik dan perlawanan dari entitas yang tidak menyukainya, (3) adanya negara core baru yang muncul dari negara periphery maupun semiperiphery. Jika kekuatan hegemoni tersebut tidak mampu bertahan dari ancaman-ancaman tersebut, maka ia cenderung akan mengalami diintegrasi (collaps) (Flint, 2007).
Teori stabilitas hegemoni, isu keamanan dan politik menjadi subjek utama yang mengakibatkan dinamika pada ekonomi internasional. Kedua hal tersebut saling mempengaruhi satu sama lain dimana ekonomi internasional tidak bisa dipisahkan dari politik dan kebijakan suatu negara apalagi yang berkaitan dengan isu keamanan. Suatu hegemoni mutlak diperlukan untuk menjaga kestabilan politik dan keamanan. Secara langsung keamanan dan politik menjadi lingkungan tempat berkembangnya ekonomi internasional. Sehingga bisa juga ditarik kesimpulan ekonomi dan lingkungan saling berhubungan, jika lingkungan berubah maka ekonomi juga mengikutinya.
Pertanyaan berikutnya, teori manakah yang paling relevan? Secara pribadi saya ingin berpendapat bahwa tidak ada teori yang benar-benar 100% relevan terhadap tatanan ekonomi internasional sekarang. Ketiganya saling komplementer dari pada kontradiktif. Dalam hal tertentu, ekonomi internasional bergerak berdasarkan supply and demand aktor-aktor ekonomi di luar state. Yang membuat integrasi ekonomi terjadi pada level yang sangat signifikan. Hal ini seolah menyiratkan bahwa perekonomian itu bergerak sesuai dengan invisible hand-nya Adam Smith. Artinya tidak ada faktor lain yang diikutsertakan dalam telaah dinamika ekonomi politik internasional. Akan tetapi seolah teori ini menjadi ketinggalan jaman, ketika faktor politik dan lingkungan dilibatkan. Negara tetap menjadi aktor utama dan influensial dalam mempengaruhi dan mengarahkan tatanan dunia sesuai dengan yang diinginkan, dalam hal ini disebutkan oleh seorang hegemon. Hegemon berperan untuk menciptakan environment yang favorable buat ladang subur perekonomian. Negara tetap secara politis berperan mengurangi batasan-batasan ekonomi yang mesti dicapai dalam suatu insitusi bersama dimana persaingan negatif akibat konflik kepentingan bisa dinegosiasikan. Teori sistem dunia modern memegang peran lainnya dalam menyediakan bukti bahwa perekonomian cenderung menciptakan sistem hierarki antara negara yang terklasifikasi dalam negara core dan negara periphery. Menurutnya ini adalah hal yang terjadi secara natural, ada yang tergantung dan ada yang menggantungkan diri. Inilah yang membentuk sistem secara utuh dan dinamis. Manakala salah satu variabel diatas mengalami pergeseran dan perubahan either insignifacantly nor indisively, maka dinamika itu merupakan suatu yang abadi.
0 komentar:
Posting Komentar